Barokah Istiqomah BAHTSU MASAIL dan Khasiat ISTRI SHOLEHAH
Ringkasan Ceramah KH. Ahmad Sadid Jauhari pada penutupan Bahtsul Masail Kubro PP. Assunniyyah Kencong Jember dalam Rangka Haul Bu Nyai Hj. Zuhriyyah Ke 40.
Dalam Sambutannya KH. Achmad Sadid Jauhari, atas nama Pengasuh Pondok Pesantren Assunniyyah Kencong Jember menyampaikan ucapan terima kasih kepada seluruh peserta atas partisipasinya mengikuti acara ini dan beliau juga berharap dengan adanya acara ini, bisa lebih menguatkan Ukhuwah Ma’hadiyah (Ikatan Keluarga Pondok Pesantren).
KH. Sadid juga menjelaskan bahwa benteng terakhir di Indonesia Sekarang ini adalah Pesantren, sebab Negara kita ini sudah mulai di obok-obok (dikacaukan) dari segala lini, mulai sekolahan, Kampus, bahkan anak TNI pun sudah terkena dampak dari “Pil Gila” ini. Sekarang mereka mulai mengganggu Pesantren, walaupun masih sangat minim sekali dari anak Pesantren yang terkena hal Itu, namun sudah mulai ada.
Tidak berhenti di situ, mereka sekarang sudah mulai membuat Pesantren-Pesantren tandingan, yang mengajarkan Islam garis keras dan ini membuat “Talbis” (kebingungan) bagi kebanyakan masyarakat. Dan Pondok yang mereka dirikan ini ada yang sengaja diberi nama Pondok Imam Syafi’i padahal ajaran di dalamnya sering mengolok-olok Fiqih madzhab Syafi’i, memang tujuannya untuk menarik minat masyarakat terhadap pondok tersebut. Oleh karena Itu termasuk tugas kita bersama ialah memahamkan dan mengarahkan masyarakat agar supaya tidak salah dalam memilih Pesantren untuk putra-putrinya.
Beliau juga menyampaikan bahwa cara untuk menjadikan ilmu melekat di hati ada dua, yakni dengan musyawarah seperti bahtsul masail ini dan dengan mengajar, sebab jika kita mengajar, pasti kita akan belajar lebih rajin lagi melebihi murid-murid kita.
Ada cerita yang menarik, Pada zaman dulu di Lodan, Rembang Jawa Tengah. sebut saja Mbah Warijo, yakni keturunan darah biru namun kebetulan tingkahnya nakal, ndak pernah ngaji dan yang ada dipikirannya hanyalah harta, harta dan harta, padahal dia tidak kaya. Mending jika dia kaya pantas jika yang difirkan harta terus. Semestinya yang bagus ialah orang banyak harta namun tidak “kedunyan” (gila harta) seperti Abuya Sayyid Muhammad Bin Alaway Al-Maliki beliau selalu berdo’a ” allahummaj’al fulus bi aidina laa fi qulubina” (ya Allah jadikanlah semua hartaku ini hanya menempel di genggaman tangan, tidak sampai melekat dalam hati).
Mbah Warijo punya anak bernama Karman, dan masyaallah Karman memiliki wajah tampan, sopan santun dan baik hati. Mungkin ini karena berkah ibuknya yaitu Mbah Sari (istri Mbah Warijo). Pada suatu saat, Karman kecil oleh ayahnya dimarahi karena tidak becus dalam mengembala sapi, sangking marahnya sampai-sampai Karman kecil ini mau di bunuh oleh mbah Warijo, kemudian Mbah Sari menemui Karman dan bilang “sudahlah Nak, kamu pergi yang jauh dari sini, kamu cari pondok pesantren, belajar ngaji di sana jangan sampei seperti ayahmu, dan jangan pulang sebelum kamu selesai ngajinya, meskipun engkau mendengar Ibu sakit. Bahkan ibu rela jika ibu meninggal kamu tidak ikut mengubur batu nisan ibu, asalkan kamu bisa ngaji”.
Akhirnya berangkatlah Karman mencari sebuah pesantren sesuai arahan ibunya, di belakang itu semua Mbah Sari terus riyadhoh mendoakan Karman agar sukses dalam mencari ilmu dan mbah Sari juga tetap taat pada suaminya meskipun mbah Warijo tingkahnya demikian.
Sampailah Karman di Tuban, Jawa Timur, di sana dia bertemu Syekh yang terkenal alim namanya Mbah Murtadlo, Orang-orang menyebutnya Mbah Tolo tepatnya di dekat Makam Agung Tuban, sampai sekarang masih ada peninggalan pondok Mbah Tolo dan masih berjalan. Mbah Murtadlo seorang ulama yang ahli bahtsu masail, setiap permasalahan apapun selesai di tangan Mbah Murtadlo dan hebatnya lagi, jika Mbah Murtadlo berhalangan yang diutus untuk mewakili beliau dalam acara bahtsul masail adalah Karman, Putra dari Mbah Warijo.
Tidak hanya sekali dua kali Karman mewakili Mbah Murtadlo dalam bahtsul masail, karena saking seringnya dia menggantikan Mbah Murtadlo akhirnya Mbah Su’aib, Pengasuh Pondok Sarang Rembang “Kepincut” (terpukau), dipanggillah Karman oleh beliau,
” Le samean anak mana? ” Tanya mbah Su’aib
” Lodan mbah”, jawab Karman.
Singkat cerita pada akhirnya Karman diambil menantu oleh Mbah Su’aib kemudian diberangkatkan ke tanah suci Makkah untuk menunaikan ibadah haji, sepulang dari Makkah namanya diganti menjadi Dahlan.
Waktu terus berjalan, kemudian Dahlan dikarunia putra dan diberi nama Anwar, tafa’ulan dengan sholawat Nuril Anwar, merupakan sholawat yang istiqomah dibaca oleh Mbah Dahlan dengan harapan dikaruniai putra yang alim, dan betul Anwar menjadi orang yang sangat alim, sehingga Mbah Su’aib “kepincut” (terlena) lagi ingin menggandengkan Anwar dengan cucunya yakni Neng Mahmudah Putri dari Mbah Ahmad bin Su’aib. Dari Pernikahan Mbah Anwar dengan Neng Mahmudah inilah lahir putra yang diberi nama Maimun (Mbah Maimun Sarang). Kemudian Mbah Anwar naik haji dan berganti nama Zubair, Oleh sebab silsilah keluarga Mbah Mun (sapaan akrab kyai Maimun) dikenal dengan Maimun Zuber Bin Dahlan yang aslinya Maimun Bin Anwar Bin Karman.
Dari cerita di atas, bisa kita petik hikmah bahwa Kyai Dahlan atau Kang Karman bukan asli keluarga Pondok Sarang, dia orang luar dan karena barokah bahtsul masail dia bisa masuk dalam dinasti keluarga pondok Karangmangu Sarang selain juga barokah dari do’anya sang Ibu, Mbah Sari. Sampai saat ini makam Mbah Sari, jika diberi Pathok (nisan) di atas makamnya tersebut, bisa dipastikan pathok-nya pasti hilang. Jika kita ziarah ke makam Mbah Zubair yang berdampingan dengan makam Kyai Dahlan, Pasti melewati makam Mbah Sari karena makam beliau ini letaknya pas di jalan setapak tepat arah ke makam anak dan cucunya tersebut.
Karena barokah Bahtsul Masail dan Doa Ibu pula, muncullah Dinasti Bani Anwar yang sekarang di Kuatkan dengan Sosok KH. Maimun Zubair, sebagai Ulama kharismatik kelas Nasional bahkan Internasional. @cak Z3n.